Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald
Isaac Panjaitan (lahir di Balige, Sumatera Utara, 19
Juni 1925 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1
Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan
revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta
Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925.
Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah
Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah
Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk
menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia
ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya.
Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama
para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian
menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon,
kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada
tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara
Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia
diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI).
Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke
II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian
diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit
Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf
T & T II/Sriwijaya.
Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun
1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa
tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia.
Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba
ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini,
ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).
Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.
Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat
prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata
dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata
tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam
pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces).
Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan
melancarkan pemberontakan.
Kematian
Pada jam-jam awal 1 Oktober 1965, sekelompok
anggota Gerakan 30 September meninggalkan Lubang Buaya menuju
pinggiran Jakarta. Mereka memaksa masuk pagar rumah Panjaitan di
Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lalu menembak
dan menewaskan salah seorang pelayan yang sedang tidur di lantai dasar rumah
dua lantai dan menyerukan Panjaitan untuk turun ke bawah. Dua orang pemuda
yaitu Albert Naiborhu dan Viktor Naiborhu terluka berat
saat mengadakan perlawanan ketika D.I. Panjaitan diculik, tidak lama kemudian
Albert meninggal.
Setelah penyerang mengancam keluarganya, Panjaitan turun dengan seragam
yang lengkap sambil menyerahkan diri kepada Yang Maha Esa untuk memenuhi
panggilan tugas yang dimanupalasi oleh gerombolan PKI dan ditembak mati. Mayatnya
dimasukkan ke dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang
Buaya. Kemudian, tubuh dan orang-orang dari rekan-rekannya dibunuh tersembunyi
di sebuah sumur tua. Mayat ditemukan pada tanggal 4 Oktober, dan semua
diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya. Panjaitan mendapat promosi
anumerta kepada Jenderal Mayor dan
diberi gelar Pahlawan Revolusi.
0 komentar:
Posting Komentar